Ledakan Mobil Listrik Cina di Thailand, Apakah Indonesia Selanjutnya?

Harryt MR - Jumat, 18 Oktober 2024 | 12:32 WIB

(ilustrasi) Perakitan mobil listrik Neta di pabrik PT HIM. Strategi menggandeng distributor lokal, serta mengintegrasikan pasokan suku cadang. (Harryt MR - )

“Kami mengalami kelebihan pasokan kendaraan listrik karena banyak kendaraan listrik yang diimpor dari China selama dua tahun terakhir (masih berada di persediaan dealer),” ucap Krisda.

Kondisi tersebut membuat para produsen mobil listrik Cina menerapkan strategi perang harga, supaya menghabiskan produk yang sudah terlanjur masuk.

Produsen mobil BYD, adalah yang paling agresif. BYD memangkas harga Atto sebanyak 340 ribu Baht, atau sekitar Rp 150 juta. Setara diskon 37 persen dari harga peluncuran awal.

Langkah serupa diikuti Neta yang memangkas harga model V-II sebesar 50 ribu Baht (Rp 22 juta), atau sembilan persen dari 549 ribu Baht (setara Rp 248 jutaan) saat kali pertama diluncurkan.

Baca Juga: Terungkap, Insentif PPnBM dan Pajak Hybrid Punya Manfaat Gede Buat Ini

Kondisi tersebut, berdampak pada ekonomi Thailand, yang tengah bergeliat bangkit pasca-pandemi Covid-19 serta tekanan terhadap perdagangannya. 

Alhasil, produk kendaraan konvensional yang sudah diproduksi secara lokal di Thailand tak laku dipasaran. 

Melansir data Federasi Industri Thailand, penjualan mobil baru pada lima bulan pertama hanya 260.365 unit, turun 23 persen dari periode sama tahun lalu. 

Angka tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade.

Akibatnya, produsen mobil ICE di Thailand mengurangi kapasitas produksi untuk bertahan hidup.