Jakarta - Bisa jadi tak banyak lagi yang mengingat nama Tjetjep ‘Oyong’ Herijana. Boleh jadi juga tak banyak yang mengingat lagi kalau dunia motorsport pernah diharumkan namanya, salah satunya, oleh pria 77 tahun ini. Ia pernah sangat disegani di berbagai sirkuit yang berada di seputaran Asia Pasifik dekade ‘60-‘70- an.
“Saya balap pertama tahun ’54, lupa berapa kali juara selama aktif balap,” buka Tjetjep yang boleh disebut sebagai salah satu ‘generasi pertama’ balap motor di Indonesia. Pria kelahiran tahun 1939 itu mengaku berbekal motor Jawa ‘Twin’ 350 cc saat balap perdana di Surabaya.
“Waktu itu saya masih berumur 15 tahun,” kenangnya saat ditemui di tempat tinggalnya di Cimahi, Jabar beberapa waktu lalu.
Di periode 1954 hingga awal dekade ’60-an ia kemudian punya julukan ‘Oyong Banteng’. Itu karena ia diidentikkan dengan besutan andalannya di arena balap yaitu BMW R69S. Motor dengan tenaga terpasang 59,4 daya kuda itu disebutkannya sebagai ‘motor liar’.
“BMW Banteng itu susah karena boxer (mesinnya), koplingnya satu pelat. Begitu miringnya ke kiri, mesinnya ke kanan,” kekehnya.
Ia lantas menceritakan pengalaman lainnya. “Dulu setelah 5 sampai 10 lap, pas balapan nyetel ‘Ferodo’ (master rem). Apalagi pas nikung kan kebanyakan (pakai) rem depan,” sebut mantan pembalap yang pernah tergabung dengan Pertamina Racing Team di tahun 1970 ini.
Pria yang sejak tahun 1974 harus hidup dengan kursi roda akibat kecelakaan hebat saat balap di Malaysia itu menegaskan bahwa hingga kini ia masih mencermati balap motor.
“Kalau lihat MotoGP, kecepatan dari 200 (km/ jam) langsung 100, ngerem cuma pakai dua jari, coba zaman dulu pasti ngagolosor,” kagumnya dalam dialek Sunda yang kental. • (eRIE / Otomotifnet.com)
Editor | : | Parwata |
KOMENTAR