Memotong Kalimantan Lewat Jalur Dayak, Tiga Biker Temukan Banyak Hal Tak terduga

Iday - Selasa, 11 September 2018 | 14:00 WIB

Ekspedisi Memotong Kalimantan. Pose bersama putri kepala suku (Iday - )

D+2 ; Senin, 13 Agustus.

Esoknya kami putuskan beristirahat di kota yang terletak di hulu sungai Barito ini untuk memulihkan stamina, mencuci pakaian kotor, serta memperbaiki kerusakan motor kami.

Korban jalur kemarin adalah lampu belakang KTM 250 EXCF rontok, pelat nomor belakang Husqvarna 250 SMR copot, dan spion Honda XLR 250 Baja patah.

Sorenya kami sempatkan mengunjungi kediaman suku Dayak Siang di desa Konut yang disebut Rumah Betang.

Dan dari informasi camat setempat di dapat informasi adanya jalan tembus baru untuk mencapai tujuan selanjutnya, yaitu ibukota provinsi Kalimantan Tengah.

Memang jalan perintis itu kondisinya masih jelek namun warga lokal sudah biasa melewati, sehingga kami putuskan untuk melaluinya karena bisa menghemat lebih dari 100 kilometer daripada balik ke Muara Teweh dan memutar lewat Buntok.

(BACA JUGA: Setidaknya, Ini 4 Kelebihan Honda Untuk Menghadapi Kawasaki KLX 150)

SMOG
Ekspedisi Memotong Kalimantan. Selain menggunakan petunjuk digital, arahan warga kerap membantu menunjuk arah

D+3 ; Selasa, 14 Agustus

Dari kota Purukcahu kami mengikuti jalan beton yang sempit masuk ke hulu sungai Barito sampai sejauh 30 kilomter, hingga bertemu penyeberangan perahu.

Selanjutnya dengan tertatih-tatih bergerak menembus hutan yang berbukit-bukit mengikuti jalan tanah bekas perusahaan logging (kayu).

Kini sudah diperkeras sejauh 150 kilometer sampai bertemu hulu sungai Kahayan di Kuala Kurun.

Sekarang jalan tanah sudah berubah menjadi aspal hotmix yang sejajar dengan aliran sungai terbesar di provinsi Kalimantan Tengah menuju ke arah selatan hingga mencapai Palangkaraya.

Di aliran sungai ini dan di hulu sungai Barito adalah kediaman suku Dayak Ngaju.

(BACA JUGA: Ini Foto Aksi Presiden Jokowi Ngetril Pakai KLX 150BF SE di Jalan Trans Papua)

Dulunya suku dayak tinggal di sekitar sungai dan tidak mengenal transportasi untuk kendaraan darat karena faktor geografisnya Kalimantan, yang kalau tidak tertutup hutan pegunungan yang lebat pasti digenangi rawa-rawa luas.

Pada zaman kolonial mulai dibangun kota-kota di pesisir dan pos-pos pedalaman sebagai pangkalan perdagangan, dan jalan darat yang terbatas pun mulai dibangun di sekitarnya.

Baru setelah negeri ini merdeka mulai dibangun jalan untuk menghubungkan kota-kota utama.

Namun banyak tempat di pedalaman hanya bisa dicapai dengan perahu atau dengan jalan yang dibangun perusahaan logging. 

Bila musim hujan sangat berat untuk dilalui karena karakter tanah liat yang sanggup memutus ruas-ruas jalan di pedalaman.