Otomotifnet.com - Seperti diketahui, pangsa pasar mobil di tanah air didominasi mobil 7 seater alias segmen mobil keluarga.
Oleh karenanya model mobil listrik mestinya mengikuti selera pasar.
Hal tersebut agar mobil listrik dapat lebih kompetitif dengan jangkauan pangsa pasar yang lebih luas, sehingga skala ekonominya dapat terpenuhi untuk diproduksi di dalam negeri.
"Bila mobil listrik lahir dari kendaraan penumpang massal, seperti MPV atau LCGC, penetrasi pasarnya akan tinggi," bilang Dr. Ir. Riyanto, M.Si, selaku Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat UI (LPEM UI).
Selain itu, perkara harga juga mutlak dipertimbangkan. Mengingat saat ini harga mobil listrik bertenaga baterai, alias Battery Electric Vehicle (BEV), banderol termurah adalah Rp 600 jutaan.
Baca Juga: Kemenperin Genjot Pengembangan Baterai Listrik, Termasuk Daur Ulang
Banderol itu lantaran separuhnya merupakan harga baterai yang teknologinya masih mahal.
Untungnya, pabrik baterai bakal diupayakan berdiri di Indonesia, melibatkan konsorsium BUMN dan investasi swasta.
Masih menurut Riyanto, harga mobil listrik saat ini masih relatif mahal.
Sedangkan pangsa pasar terbesar di Indonesia merupakan segmen MPV, yang dipasarkan dengan harga Rp 200-400 jutaan. Bahkan paling banyak laku adalah Low MPV.
Sehingga jika ingin bersaing maka harga jual mobil listrik harus direntang harga tersebut.
"Bila memang nanti produksinya di dalam negeri, sebaiknya menyasar ke kelas bawah dulu,”
“Buatlah mobil keluarga dengan kapasitas penumpang 7 orang atau mobil LCGC. Harganya berkisar di Rp 300 hingga Rp 350 juta. Jadi benar-benar beralih," jelas Riyanto, di gelaran webinar Forwin dan Forwot beberapa waktu lalu.
Riyanto menambahkan, jika ada perbedaan harga dengan jenis mobil ICE (Internal Combustion Engine) maka selisih maksimalnya 10%.
Ia menganalogikan, layaknya mobil bertransmisi otomatis, harganya hanya beda lebih tinggi 10% dari transmisi manual.
"Jadi idealnya kalaupun lebih tinggi hanya 10% dari model konvensional. Adapun rentang harga yang pas di pasaran, saya kira Rp 300 jutaan," beber Riyanto.
Riyanto melanjutkan, pihaknya berharap ke depan harga baterai bisa lebih murah.
Apalagi ada wacana jika diproduksi di Indonesia, sebagai salah satu keunggulan melimpahnya bahan baku baterai electric vehicle.