Otomotifnet.com - Pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol Semarang-Demak masih belum selesai sampai sekarang.
Sejumlah warga diketahui melakukan penolakan pembebasan lahan, dikarenakan jumlah uang ganti rugi yang diberikan dirasa tidak sesuai.
Salah satunya pemilik lahan tambak di Desa Loireng, Demak, Jawa Tengah bernama Zuhry yang merasa tawaran uang ganti rugi untuk tanah miliknya terlalu murah.
"Saya bersedia kalau tanah saya dibeli. Sebab ini kan proyek nasional yang harus didukung. Tapi harganya belum sepakat," ungkap Zuhry (26/4/2021).
Baca Juga: Proyek Jalan Tol Semarang-Demak Seksi 2 Terkendala, Ganjar Beri Solusi Ini
Zuhry sejatinya sudah memberikan patokan harga untuk tanahnya sebesar Rp 250 ribu per meter.
Namun, tim appraisal justru mengajukan harga Rp 140 ribu per meter untuk lahan miliknya.
"Saya kasih contoh, pemilik lahan di Desa Sidogemah, Demak yang jenisnya rawa saja dihargai RP 250 ribu per meter. Sedangkan ini tanah saya produktif untuk tambak dihargai hanya Rp 140 ribu," tutur Zuhry lagi
"Saya maunya minimal harga yang ditawarkan sama (dengan tanah rawa di Desa Sidogemah) Rp 250 ribu per meter," jelasnya
Baca Juga: Rest Area KM 19 Tol Japek Ada Tes Swab Antigen Drive Thru, Siaga Pemudik Asal Jakarta
Sebelum ada proyek Jalan Tol Semarang-Demak, Zuhry mengaku tanah miliknya seluas 4.850 meter persegi sudah pernah ditawar oleh pengusaha pabrik dengan harga Rp 250 ribu per meter.
Tetapi saat ada proyek jalan tol ini, tanah miliknya yang terdampak pembangunan tidak dihargai dengan harga yang sama.
Terlebih, tidak seluruh lahan miliknya dibebaskan untuk proyek pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak.
"Saat sosialisasi katanya akan dibeli seluruhnya. Tapi realisasinya tidak begitu, hanya yang terkena jalan tol saja seluas 1.850 meter persegi.
Baca Juga: Jasa Marga Dukung Penyekatan di Jalan Tol, Buntut Larangan Mudik Lebaran 2021
Ia pun merasa ada ketidakadilan, pasalnya aset lahan yang lokasinya bersebelahan dengan tanah miliknya bisa diharagai lebih mahal, yakni Rp 800 ribu per meter.
Melihat masalah tersebut, Zuhry pun mencoba untuk mengadukannya ke DPRD Kabupaten Demak, DPRD Jawa Tengah dan Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah.
"Rencananya uang gati rugi dari proyek jalan tol Semarang-Demak akan saya gunakan untuk membeli tanah lagi di lokasi lain. Untuk kebutuhan sehari-hari saya cukup dari usaha yang saya miliki," imbuhnya.
Humas LBH Bulan Bintang Jawa Tengah, Salsabila Sofi, secara terpisah menilai prosedur pembebasan lahan untuk jalan tol sudah diatur dalam undang-undang (UU) yang berlaku.
Baca Juga: Ruas Tol Cipali Kerap Terjadi Kecelakaan Parah, KNKT Ungkap Tingkat Fatalitas Capai 97 Persen
Terjadinya perbedaan harga antara pemilik dan tim appraisal merupakan suatu kejadian yang wajar.
Namun akan menjadi tidak wajar, jika masalah perbedaan harga ini tidak segera diselesaikan.
"Tentu saja demi kepentingan nasional, maka konflik tersebut harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak terkait," ucap Sofi.
Jika tetap terjadi perbedaan pendapat, maka pihak-pihak terkait harus menilik lagi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 123 angka 2 dan angka 8.
Baca Juga: Derek Liar Pemeras Pengguna Tol Halim Perdanakusuma Diringkus, STNK Mati, Pakai SIM A
Untuk pasal 123 angka 2 yang mengubah pasal 10 huruf b UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum berbunyi tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk pembangunan jalan umum, jalan tol, terowongan jalur kereta api, stasiun kereta api dan fasilitas operasi kereta api.
Lalu pasal 123 angka 8 yang mengubah pasal 34 ayat 5 UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum disebutkan bahwa musyawarah penetapan untuk ganti rugi dilaksanakan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah bersama dengan penilai dan para pihak yang berhak.
Ditambah dengan pasal 37 UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang berisi musyawarah penetapan ganti rugi dilakukan oleh lembaha pertanahan.