Otomotifnet.com - Para pakar hukum meradang dengan razia tilang uji emisi kendaraan di DKI Jakarta.
Mereka membongkar kebobrokan kebijakan tilang uji emisi tersebut.
Disebutkan jika sanksi tilang uji emisi gak punya dasar hukum khusus.
Alhasil aturannya dibuat-buat dan dipaksakan ke masyarakat.
Bahkan pihak Polisi dinilai tidak profesional saat menerapkan, aturan dirasa terburu-buru dan sangat spontan.
Terbukti dari pelaksanaan di lapangan, tilang uji emisi yang diselenggarakan awal September 2023 dan pekan pertama November 2023 langsung dibatalkan, padahal penerapannya baru berjalan satu kali.
Menggunakan dalih keprihatinan kepada masyarakat, pihak Polda Metro Jaya menyebut jika tilang uji emisi dibatalkan karena dianggap masih perlu disosialisasikan lagi, dan informasinya diperluas.
Kendati demikian, proses hukum sudah terlanjur bergulir, ratusan kendaraan baik itu mobil atau motor telah terjaring tilang uji emisi dan diwajibkan membayar denda dengan nominal besar.
Pihak Kepolisian menggunakan pasal 285-286 Undang-undang nomor 22 tahun 2009 (UU LLAJ) sebagai dasar hukum acuan.
Menurut aturan ini, disebut jika denda tilang untuk motor adalah sebesar Rp 250.000 dan mobil Rp 500.000.
Melansir Kompas.com, akumulasi total tilang yang sudah dibebankan kepada masyarakat bernilai cukup besar, walaupun penerapannya hanya dalam waktu satu hari, dengan durasi tidak lebih dari 3 jam.
Total tilang uji emisi yang tercatat sejauh ini adalah Rp 44 juta, dengan komposisi Rp 24,75 juta di awal September (33 mobil + 33 motor), dan Rp 19,25 juta pada pekan pertama November (20 mobil + 37 motor).
Kepala Satgas Polusi Udara Polda Metro Jaya, Kombes Nurcholis menjelaskan, walaupun tilang sudah dihentikan, aturan sanksi denda bagi pengendara yang terjaring tetap berlaku.
"Enggak ada perubahan, aturannya (tilang uji emisi) tetap sama seperti yang dulu," ucapnya saat dihubungi, (3/11/23).
Nurcholis menjelaskan, aturan hukum tetap berlaku bagi semua pengendara yang sudah terkena tilang, dan nominal denda harus dibayarkan ke kejaksaan.
"Uang tilang masuknya ke kas negara, nantinya bukti transfer ditunjukkan sebagai bukti mereka (pelanggar) sudah membayar denda," ucapnya.
Menanggapi situasi ini, beberapa Pakar Hukum dan Pemerhati Transportasi Nasional mengajukan protes, serta menganjurkan supaya denda tilang uji emisi dikembalikan ke masyarakat bersangkutan.
Ki Darmaningtyas, Pengamat Transportasi sekaligus Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) menjelaskan, sanksi tilang seharusnya tidak diterapkan, karena kealpaan Lex Specialis alias dasar hukum khusus yang mengatur kebijakan ini.
"Memang aturannya kan tidak ada, tidak jelas. Sekarang mereka (aparat) mau melakukan penilangan tapi tidak punya dasar, akhirnya dibuat-buat," ucapnya, (6/11/23).
Dia mengaku heran soal pemberlakuan tilang uji emisi yang terkesan buru-buru dan tidak matang, hingga akhirnya justru membebankan masyarakat.
"Saya enggak tahu kenapa baik Dishub ataupun Polisi itu melakukan kebijakan ini (tilang uji emisi). Ini seperti cerminan orang bingung," ucapnya.
Terkait kealpaan regulasi, Dwi Putra Nugraha, Pakar Hukum Administrasi Negara (HAN) sekaligus ketua PUSAKA (Pusat Studi Konstitusi Administrasi Negara dan Antikorupsi) Universitas Pelita Harapan juga memberikan penuturan serupa.
"Aturan ini (tilang uji emisi) terkesan hanya main-main saja. Kasihan orang yang kena, bayar Rp 500.000 sampai totalnya Rp 44 juta," ujarnya disitat dari Kompas.com.
Menurutnya, aparat penyelenggara tilang, dalam hal ini adalah Polda Metro Jaya, seharusnya mengedepankan diskresi saat menerapkan aturan.
Termasuk dalam hal pengaturan tilang, baik itu terkait nominal ataupun ketentuan denda.
"Kalau situasinya seperti sekarang ini, kesannya justru kontra produktif. Masyarakat akan mengira aturan ini (tilang uji emisi) niatnya bagus, tapi ujungnya kok memeras rakyat?" kata dia.
Baca Juga: Kena Prank Semua, Sanksi Tilang Uji Emisi Kembali Dihapus Polisi Karena Alasan Ini