“Habis Rp 50.000 paling. Itu juga kalau jalur aman. Kalau hari apes, ya habis semua. Sama saja, kan dirampas,” lanjut Bagas.
Meski begitu, mereka memastikan setiap sopir truk kontainer telah menyiapkan uang recehan yang mereka ambil dari uang jalan.
“Nih, dari sini, kami ke luar saja, ke pelabuhan, itu bisa habis Rp 20.000. Dari sini ke pelabuhan doang. Dari sini, depan situ, itu sudah minta Rp 1.000,” kata Fahrurozi.
Sementara, Nurhana mengatakan, di dekat kawasan Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara, ada yang tidak mau diberikan Rp 1.000.
Dalam setiap perjalanan, para sopir truk kontainer mendapatkan uang jalan dari perusahaan.
Nominal uang jalan yang diterima para sopir berbeda-beda.
Sebab, hal tersebut mengukur dari jarak tujuan pengantaran barang.
Namun, kata Nurhana, minimal uang jalan yang diterima sopir adalah Rp 600.000.
“Iya (termasuk untuk kasih anak Asmoro), buat makan, dan segala macamnya. Kalau di jalan ada yang minta, ya ambilnya dari uang jalan itu. Iya (uang jalan itu uang pribadi),” ungkap Nurhana.
Selain anak “Asmoro”, para sopir juga harus menghadapi pungutan liar atau pungli yang masih merajalela di pelabuhan-pelabuhan hingga pabrik-pabrik.
Oleh karena itu, uang jalan yang mereka terima dari perusahaan hanya tersisa sedikit.
“Banyak sih pengeluaran (dalam satu kali perjalanan). Paling tidak, sisa Rp 100.000 (uang jalannya),” ucap Bagas.
Baca Juga: Preman Tengik dan Pengelola SPBU Kongkalikong, Per Hari Kantongi Rp 2 Juta Dari Aksi Begini