Jakarta - Usai memperkenalkan All-New Trailblazer kepada sejumlah media di Palm Hills Golf, Sentul (22/2), kami mencobanya untuk waktu yang singkat, di atas aspal dan di atas tanah.
Menurut kami, gelar yang cocok untuk Trailblazer facelift ini adalah ‘in between’ atau ‘di antara’.
Mengapa? Simpel, hampir setiap parameter darinya ada di tengah-tengah SUV ladder frame lainnya di Indonesia. Tentu, maksud kami adalah All New Toyota Fortuner dan All New Mitsubishi Pajero Sport.
Sebelum memulai, kami menggunakan remote start engine dari luar.
Prosesnya mudah. Seperti Civic, cukup kunci mobil terlebih dahulu, kemudian tahan tombol Engine Start di remote selama sekitar 3 detik, maka mesin 2.5 L Duramax dengan VGT akan menyala tanpa siapa pun di dalam kabin.
Takut ada maling? Tenang, meski mesin sudah menyala, masih butuh kunci untuk membuka pintunya kok. Sayangnya karena belum ada passive keyless entry, masih butuh tekan tombol di remote lagi untuk membuka kunci pintunya.
Masuk ke dalam, SUV dengan ground clearance 221 mm ini sudah menyediakan side step. Untunglah, karena bodinya terasa sangat tinggi, sehingga tak terlalu sulit untuk menapak dengan side step yang sudah tersedia bahkan dari varian LT tersebut.
Untuk varian LTZ yang kami coba, jok pengemudi sudah elektrik, meski memang pengaturannya hanya 6-arah sehingga pengatur ketinggian hanya bisa diubah bagian belakangnya saja.
Untuk tester kami setinggi 175 cm, posisi terendahnya pun terasa sangat tinggi sehingga memberikan rasa commanding view seperti SUV ladder-frame lainnya.
Yang kami persoalkan, pengaturan setir telescopic belum tersedia. Itu pun, posisi setir terlalu dekat dengan dasbor, sehingga lebih sulit memberi posisi mengemudi yang ergonomis.
Karena mesin sudah menyala via remote start, di dalam tinggal memasukkan anak kuncinya, kemudian putar ke ON tanpa harus menyalakan ulang lagi. Bonusnya, temperatur AC otomatis sudah menyala di 25o C loh untuk membuat kabin dingin duluan.
Masih ingat kabin Trailblazer dulu yang terlihat menyedihkan dan sempit seperti MU-X?
Sekilas, kualitas interior All New Trailblazer kini terkesan meningkat drastis dibanding sebelumnya karena pemakaian kulit di dasbor, panel piano black di pintu hingga detailing kecil. Bisa dibilang, kualitas interiornya di atas Pajero Sport namun masih di bawah Fortuner.
Seperti khas mesin diesel lainnya, unit 2.5 L Duramax bertenaga 178 dk yang digunakan ini tak bisa langsung menunjukkan tenaga penuhnya jika di-kickdown. Selain karena adanya ESC, turbo lag hingga VGT mengisi boost penuh jadi alasannya.
Enaknya, tenaga tersalurkan dengan cukup baik ketika pedal gas diinjak mengurut.
Namun bagaimana impresi penuh torsi 440 Nm dan pengaruh CPA torque converter yang diklaim membuat lebih responsif dan irit, harus tunggu sesi test drive yaa.
Melewati jalan rusak di kaki Gunung Pancar, permainan suspensi Trailblazer tergolong empuk, meski bantingannya masih terasa harsh, bisa dibilang lebih lembut dibanding Fortuner namun tidak seempuk Pajero Sport.
Namun tetap, Trailblazer menyimpan senjata untuk menyaingi kedua kompetitor utamanya tersebut soal refinement di atas aspal, yaitu feel setir.
Ya, Trailblazer facelift ini dilengkapi dengan electronic power steering! Selain itu, GM mengurangi rasio lock to lock dari 3,4 ke 3,29 untu rasa lebih direct.
Hasilnya, memang memutar setir SUV yang diimpor dari Thailand ini tidak terasa sehampa Pajero Sport atau Fortuner yang masih hidrolis, namun feel yang diberikan juga tidak sehidup Everest dengan pelek 20 incinya, sementara Trailblazer yang kami coba menggunakan diameter 18 inci dan ban 265/60.
Seperti yang kami katakan, in between.
Sementara itu, beberapa fitur seperti Forward Collision Alert yang memberi peringatan visual alarm merah berkedap-kedip di dasbor dan suara jadi poin ekstra yang baik, harus ingat ini hanya bersifat mencegah di atas 30 km/jam dan pedal rem tetap harus diinjak sendiri.
Paling menyenangkan saat menguji Hill Descent Control (HDC) yang diklaim jadi salah satu pengembangan paling diperhatikan. Ketika diaktifkan, fitur ini sangat sensitif mendeteksi ketika mobil sedang dalam posisi menurun.
Karena baik itu turunan curam dengan permukaan bebatuan bersudut 40 derajat atau hanya turunan minor, HDC otomatis mengoperasikan rem agar pengemudi bisa fokus di setir saja.
Editor | : | Fransiscus Rosano |
KOMENTAR