D+10 : Selasa, 21 Agustus.
Paginya kami melanjutkan perjalanan menuju Lanjak yang jaraknya 130 kilometer.
Kota kecil ini berada di tepi perairan air tawar terbesar di negeri ini yang menjadi habitat asli ikan Red Arwana, yaitu danau Sentarum.
Namun karena saat ini adalah puncak kemarau membuat kami bisa bermotor sampai 3 kilometer menyeberangi dataran kering yang saat musim hujan tengelam oleh air danau.
Namun karena bayangan mendung mulai terbentu di langit memaksa kami bergegas kembali ke jalan raya.
Melanjutkan perjalanan menuju Badau yang jaraknya masih 70 kilometer lagi.
D+11 : Rabu, 22 Agustus.
Setelah memberi kesempatan Pak Sis sholat Idul Adha, kami meninggalkan Badau dan langsung di sambut jalan rusak yang cukup parah.
Sepanjang jalan menembus hutan dan perkebunan kelapa sawit kami tidak menemukan warung makan yang buka.
Sehingga begitu melihat ada warung kopi segera minta tolong dibuatkan sarapan sekaligus makan siang dengan satu-satunya hidangan yang tersedia yaitu pop-mie.
Sebenarnya kami sedikit curiga ketika rekan-rekan Supermoto di Putussibau mengatakan jalannya belum tembus sehingga untuk mencapai Entikong harus berbalik dan mengambil jalan memutar.
Kecurigaan makin besar saat kemarin petugas di pos perbatasan Badau juga mengatakan hal yang sama.
Namun hari ini kami tetap keras kepala melanjutkan perjalanan karena yakin jalannya sudah tersambung.
Ternyata kami salah!
(BACA JUGA: Gaya Ibu Muda Zaman Now, Pemilik Jeep CJ-7 Ini Doyan Adventure)
Memang sebelum keberangkatan Novan sudah mengumpulkan informasi baik dari kenalannya maupun dari Google-map.
Infonya, kalau jalur sangat jelas bahkan lengkap dengan perkiraan waktu tempuhnya segala.
Akibatnya dengan enteng berani memasang target cukup sehari untuk menembus jalur sepanjang perbatasan NKRI dengan Malaysia.
Kenyataannya kami harus jatuh bangun menempuh perjalanan selama 3 hari untuk menerobosnya.
Di Nanga Kantuk jembatan satu-satunya yg menghubungkan Trans Kalimantan terputus oleh banjir sejak beberapa tahun lalu.
Beruntung ada polisi yg iba saat melihat kami kebingungan dan bersedia memandu lewat jalan tikus untuk menyeberangi sungai di bagian yg landai dan dangkal serta dasarnya tidak berlumpur.
Bila tidak kami terpaksa memutar lewat jalan perkebunan sawit sejauh 40 kilometer.
Editor | : | Iday |
KOMENTAR