Otomotifnet.com - Sejarah pelat nomor di Indonesia dimulai dari era kolonial Belanda.
Asal mulanya dikenalkan oleh pemerintahan Belanda di pulau Jawa pada tahun 1900.
Ketika itu, belum ada standar resmi mengenai bentuk, ukuran, bahan, warna dan cara pemasangan pelat nomor.
Format yang dikenalkan Belanda hanya meliputi kode daerah (misalnya SB untuk Surabaya) dan nomor registrasi.
Sedangkan letak pemasangannya tidak selalu di bagian depan dan belakang kendaraan, ada yang memasangkannya di bagian samping.
Pelat nomor kendaraan pribadi memiliki sejumlah perbedaan dengan kendaraan pemerintah.
Untuk kendaraan pemerintah, Belanda menggunakan kode IN, yang ditempatkan pada pelat berbentuk elips.
Sementara nomor registrasi ditempatkan di bawahnya pada pelat berbentuk persegi panjang.
Standar resmi mengenai pelat nomor kendaraan bermotor perlahan diberlakukan pada 1917, seiring terbitnya peraturan mengenai registrasi pelat nomor dan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Peraturan tersebut mewajibkan pemilik kendaraan untuk melakukan registrasi kendaraan bermotor secara nasional.
Selain itu, kode wilayah menggunakan sistem berbasis keresidenan, misalnya Keresidenan Surakarta (Solo, Boyolali, Karanganyar, Klaten, Sragen, Sukoharjo, dan Wonogiri) menggunakan pelat nomor AD.
Kode wilayah ini terus bertambah seiring dengan pemekaran wilayah keresidenan di daerah jajahan.
Era kemerdekaan Hingga Orde Baru
Setelah Indonesia merdeka, format awal pelat nomor yang dikenalkan Belanda masih digunakan.
Pada masa Orde Baru, sekitar tahun 1980-an, pelat nomor tidak hanya berisi kode wilayah dan nomor registrasi.
Tetapi juga dilengkapi masa berlaku.
Masa berlaku pelat nomor terdiri dari empat digit angka yang menandakan bulan dan kelipatan lima tahun pembelian kendaraan, yang dipisahkan oleh tanda titik (misalnya 08.88) dan ditulis lebih kecil dari nomor registrasi.
Untuk penempatan masa berlaku kendaraan, terdapat dua variasi desain, yakni di atas atau di bawah nomor registrasi.
Sehingga, sejak saat itu, pelat nomor di Indonesia telah memuat kode wilayah, nomor registrasi, dan masa berlaku.
Mulai saat itu, pemilik kendaraan juga wajib membayar pajak untuk memperbarui pelat nomor setiap lima tahun.
Era Reformasi Hingga Sekarang
Sejak dimulainya era Reformasi hingga sekarang, format pelat nomor di Indonesia terbilang sering mengalami perubahan daripada periode sebelumnya.
Perubahan terlihat dari ukuran, warna, hingga detail-detail kecil pada pelat nomor.
Awal tahun 2000-an, terdapat perbedaan ukuran antara TNKB untuk motor roda dua atau tiga dengan mobil roda empat atau lebih.
Ukuran pelat nomor motor roda dua atau tiga adalah 250 × 105 mm.
Sedangkan untuk mobil roda empat atau lebih berukuran 395 × 135 mm.
Antara nomor registrasi dan masa berlaku terdapat tanda pemisah berupa garis.
Pada sudut kiri bawah dan kanan atas terdapat lambang Polisi Lalu Lintas.
Sementara pada sisi kanan bawah dan kiri atas terdapat tulisan 'DITLANTAS POLRI', guna membuktikan keaslian TNKB.
Memasuki dekade kedua abad ke-21, desain pelat nomor di Indonesia kembali diubah.
Ukuran pelat diperpanjang, sebaliknya bentuk huruf diperlangsing untuk mengakomodasi angka dan jumlah huruf yang lebih panjang.
Untuk ukuran pelat nomor motor roda dua atau tiga menjadi 275 × 110 mm.
Lalu untuk mobil roda empat atau lebih berukuran 430 × 135 mm.
Tulisan 'DITLANTAS POLRI' diganti dengan 'Korlantas', tanpa garis pembatas di antara nomor registrasi dan masa berlaku kendaraan.
Pada empat sisi bagian tepi TNKB, diberi garis timbul yang warnanya sama dengan warna tulisan kode wilayah, nomor registrasi dan masa berlaku.
Setiap jenis kendaraan memiliki warna pelat yang disesuaikan dengan fungsi atau statusnya, yakni:
Pelat berwarna hitam dengan tulisan putih menandakan jenis kendaraan milik pribadi Pelat berwarna kuning dengan tulisan hitam menandakan jenis kendaraan umum
Pelat warna merah dengan tulisan putih menandakan jenis kendaraan dinas
Pelat warna putih dengan tulisan biru menandakan jenis kendaraan milik Korps Diplomatik dari luar negeri
Penggunaan warna yang berbeda bertujuan untuk memudahkan identifikasi kendaraan dan penyalahgunaan fungsi.
Memasuki dekade ketiga abad ke-21, Polri kembali melakukan perubahan pada TNKB di Indonesia.
Berdasarkan Peraturan POLRI Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, perubahan terdapat pada warna TNKB.
Pasal 45 peraturan tersebut menyatakan, pelat nomor memiliki empat warna dasar, di antaranya:
Putih, tulisan hitam untuk kendaraan bermotor perorangan, badan hukum, PNA, dan badan internasional.
Kuning, tulisan hitam untuk kendaraan umum
Merah, tulisan putih untuk kendaraan instansi pemerintah
Hijau, tulisan hitam untuk kendaraan di kawasan perdagangan bebas yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Merujuk peraturan tersebut, kendaraan pribadi di Indonesia secara bertahap berubah menggunakan pelat warna putih dengan tulisan hitam.
Perubahan pada warna TNKB ini diberlakukan untuk memudahkan deteksi pelanggaran lalu lintas seiring dengan digunakannya kamera tilang elektronik.
Baca Juga: Berbau Kolonial, Pelat Nomor Kalsel Emang Beda, DA Singkatan Dari Ini
Editor | : | Panji Nugraha |
Sumber | : | Otomotifnet.com |
KOMENTAR