“Dan Perpol No. 5/2021 tentang penerbitan dan penandaan SIM,” urai Budiyanto, yang dikenal sebagai mantan Kasubdit Bin Gakkum, Polda Metro Jaya ini.
Adapun bunyi Pasal 89 UULLAJ 22/2009 adalah: (1) Kepolisian Negara RI berwenang memberi tanda terhadap SIM milik Pengemudi yang melakukan pelanggaran tindak pidana lalu lintas.
Kemudian (2) Kepolisian negara RI berwenang untuk menahan sementara atau mencabut SIM sementara sebelum diputus Pengadilan.
“Pemilik SIM yang mencapai poin 12, diberikan sanksi penahanan sementara SIM atau pencabutan sementara sebelum ada putusan Pengadilan,” tegas Budiyanto.
Ia melanjutkan, pemilik SIM yang sudah mendapatkan poin 18 diberikan sanksi pencabutan SIM atas dasar Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Terhadap pemilik SIM yang diberikan pinalti 1 (poin 12) dan pinalti 2 (poin 18) tidak dapat melakukan perpanjangan atau penggantian SIM,” bebernya.
Baca Juga: Cara Hadapi Pengemudi Konyol, Awas Jangan Emosi dan Mukul Duluan
Pengemudi yang diberikan sanksi 12 poin (pinalti 1) harus melaksanakan pendidikan dan pelatihan mengemudi apabila ingin mendapatkan SIM lagi.
Sedangkan pengemudi yang dikenakan sanksi poin 18 (pinalti 2), wajib melaksanakan putusan pengadilan.
Setelah masa waktu pencabutan SIM berakhir, pemilik SIM dapat mengajukan permohonan mendapatkan SIM, dengan ketentuan harus melaksanakan pendidikan dan pelatihan mengemudi serta mengikuti prosedur pembuatan SIM baru.
“Saya yakin sanksi ini akan dapat memberikan efek jera bagi pelanggaran. Membangun disiplin perlu proses, berarti perlu waktu, pengorbanan dan komitmen,” sebut Budiyanto.
Lebih lanjut Ia mengatakan, dengan tingkat pelanggaran dan kecelakaan yang relatif masih tinggi, pemberian sanksi dengan memberikan penandaan SIM bagi yang melanggar merupakan hal yang mendesak.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR