Suzuka, Jepang - Seperti sudah diingatkan berkali-kali oleh Anggono Iriawan, Senior Manager Safety Riding & Motorsports Departement PT Astra Honda Motor, banyak hal tak terduga dalam balap ketahanan Suzuka 4 Hours Endurance Race.
Pembalap skill tinggi dan motor kencang saja enggak cukup untuk jadi juara. Koordinasi hingga ketepatan strategi juga jadi hal utama dalam balapan yang menempuh jumlah lap hampir 100 dalam waktu 4 jam non stop.
Apalagi tahun ini ada banyak perbedaan yang membuat balapan lebih dramatis. "Tahun 2016 lalu, dari awal sampai akhir balapan mulus," buka Anggono.
"Tapi tahun ini, harus lebih konsentrasi karena banyak tantangan," beber Rheza Danica pembalap Astra Honda Racing Team (AHRT) di ajang ini.
Pertama, kendala alam, hanya beberapa menit sebelum start hujan turun. Hal ini sudah menjadi tantangan karena tim dipaksa untuk memilih pakai ban basah atau bertaruh dengan ban kering.
"Tim memutuskan untuk pakai ban basah saat start, tapi baru jalan beberapa lap sudah mulai kering. Di lap 12 diputuskan masuk untuk ganti ban," rinci Anggono.
Ia menjelaskan jika pada Suzuka 4 Hours Endurance Race seharusnya bisa tidak ganti ban karena jalannya balap cuma 4 jam.
Karena sejak awal menggunakan ban basah, proses penggantian ban memakan waktu cukup lama. "Lebih lama karena tools-nya standar bukan seperti motor 8 Hours yang disiapkan untuk bongkar ban dengan cepat," jelas Anggono.
Untuk membayar lamanya proses penggantian ban, AHRT memutuskan untuk masuk pit sebanyak tiga kali saja, sedang tim lain umumnya 4 kali pit stop.
Hitung-hitungan matematis yang AHRT buat ternyata sangat tepat, saat finish sisa bensin di tangki hanya setengah liter saja. Mantap!