Otomotifnet.com - Pergub Nomor 66 Tahun 2020 sedang bikin hangat kalangan pemotor DKI Jakarta.
Mengapa? Karena dalam peraturan tersebut motor dengan usia di atas tiga tahun wajib mengikuti uji emisi.
Motor yang dites wajib memenuhi ambang batas uji emisi yang ditetapkan. Apabila tidak lolos bakal dikenakan sanksi.
Ada dua jenis sanksi, pertama penerapan tarif tertinggi biaya parkir di pusat perbelanjaan atau gedung yang lahan parkirnya di bawah Pemprov DKI.
Baca Juga: Mau Uji Emisi Gas Buang Motor? Ini Tips Dari Ahlinya Agar Lolos
Kedua, penindakan tilang sebesar Rp 250 ribu untuk motor dan Rp 500 ribu untuk mobil.
Meskipun pihak kepolisian mengklaim penindakan tilang belum akan dilakukan dalam waktu dekat.
Mempertimbangkan periode sosialisasi yang akan diperpanjang, serta keputusan sanksi yang akan dilaksanakan, administratif atau pidana.
Sedangkan motor baru atau usianya belum mencapai 3 tahun belum diwajibkan mengikuti uji emisi.
Karena dianggap masih dalam tanggung jawab pabrikan dan umumnya masih dalam kondisi terawat.
Untuk menghadapi ujian tersebut, OTOMOTIF pun membeberkan dan merangkum informasi vital seputar emisi gas buang dan apa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah emisi tinggi dan lolos tes. Simak ulasan kami berikut ini.
TENTANG EMISI GAS BUANG
Seperti dijelaskan oleh Prof. Tri Yuswidjajanto, sebagai Ahli Pembakaran dan Pelumasan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Insititut Teknologi Bandung, bahan bakar secara kimia tersusun dari atom hidrogen (H) dan karbon (C). Terdapat pada bahan bakar manapun.
Baca Juga: Suzuki Beri Layanan Uji Emisi Gratis, Bukti Dukungan ke Pemerintah, Syaratnya Ini
Yang membedakan jumlah masing-masing atom. Misal bensin H6 C6. Kemudian pembakaran merupakan reaksi oksidasi atau reaksi dengan oksigen.
Dibantu juga dengan tambahan panas jadi lebih cepat (reaksi oksidasinya). Bahan bakar yang terdiri dari H dan C akan menghasilkan HC dan CO, serta bisa juga CO2.
Pembakaran yang sempurna hasilnya akan menjadi karbon dioksida (CO2) dan Air (H2O). Tapi kalau tidak sempurna akan muncul tambahan Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC).
Baca Juga: Konsultasi OTOMOTIF : Modifikasi Yang Bikin Emisi Gas Buang Tak Ramah
Karena itu, kemudian ketika uji tipe diukur emisi tadi. Hasilnya dibuat klasifikasi emisi gas buang, misalnya Euro 1, 2, 3 dan seterusnya.
Yang membedakan adalah batas maksimum masing-masing senyawa sisa gas buang.
Nah, mengejar emisi yang lebih rendah, CO dan HC yang notabene merupakan hasil pembakaran tidak sempurna ditekan dengan menyempurnakan pembakaran.
Bagaimana? Salah satunya dengan penyematan teknologi injeksi pada mesin.
Baca Juga: Filter Udara Aftermarket Dianggap Bikin Mobil Tak Lolos Uji Emisi, Ini Kata bengkel
Teknologi injeksi atau fuel injection/electric fuel injection membuat pengabutan bahan bakar yang lebih halus.
Dengan ECU jumlah bahan bakar dan udara yang masuk ke ruang bakar ditakar pas atau bahasa kerennya stoikiometri. Gampangnya lagi agar air to fuel ratio atau AFR tepat 14,7:1 atau punya lambda 1.
Sedangkan pada teknologi lawas seperti karburator, pembakarannya sulit untuk sempurna. Masih ada bahan bakar yang belum terbakar sempurna.
Ini membuat angka CO dan HC tinggi. Hal itulah yang membuat sistem injeksi lebih ramah lingkungan.
Baca Juga: Konsultasi OTOMOTIF : Bagaimana Cara Daftar Uji Emisi Gas Buang?
TIPS LOLOS UJI
Untuk mendapatkan emisi gas buang yang baik, tentunya dibutuhkan hasil pembakaran yang optimal.
Mulai dari perbandingan bahan bakar dan udara atau Air Fuel Ratio (AFR) yang pas, tidak ada oli yang masuk ke ruangan bakar, dan api dari busi yang bagus dan dengan waktu yang tepat.
“Kenapa ada pembakaran yang tidak sempurna? Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Bisa jadi karena kondisi ruang bakarnya, bisa jadi karena bahan bakarnya, bisa jadi juga karena penyertanya seperti oksigen, bisa juga karena sumber apinya misalnya percikan api dari busi,” papar Victor Assani, 2W Service Area Manager, PT Suzuki Indomobil Sales (SIS).
“Sehingga kalau bicara bagaimana cara agar itu semua bagus, bagaimana agar emisi kendaraan kita berkualitas, harus berangkat dari penanganan dan keadaaan dari beberapa faktor tersebut,” lanjutnya.
Baca Juga: Begini Alur Uji Emisi Kendaraan Bermotor, Hingga Cek Hasilnya di Aplikasi
Makanya perawatan berkala dengan teknisi berpengalaman di bengkel resmi jadi jawaban untuk mendapatkan hasil pembakaran yang sempurna.
“Secara umum sih kisaran 3.000 - 4.000 km, tapi ini untuk patokan pengoperasian normal. Kalau motor jarang dipakai patokannya bulan.”
“Karena dengan perawatan yang baik akan memungkinkan kendaraan selalu terpantau dan memiliki spare part atau pendukung lain yang prima, termasuk yang langsung berkaitan dengan proses pembakaran,” sambung Victor.
Lantas bagaimana dengan motor yang masih menggunakan karburator? Kuncinya adalah jika kondisi mesin sehat emisi yang dihasilkan akan rendah.
“Untuk emisi gas buang, sarannya melakukan servis berkala atau tune up sesuai dengan yang dianjurkan pada buku servis,” ujar Jeky Noerzal, Service Dept. Quality Division Kawasaki Motor Indonesia.
Gunakan pula bahan bakar yang sesuai dengan syarat standar emisi. Namun, jangan latah menggunakan bahan bakar dengan RON lebih tinggi.
Karena semakin tinggi lebih sulit dibakar tuntas, jadi harus disesuaikan dengan spek mesin.
“Jangan lupa juga untuk membersihkan filter udara, apabila kotor maka udara yang masuk ke ruang bakar akan terhambat, sehingga kurang oksigen dalam proses pembakaran,” tambahnya.
Baca Juga: Bengkel Resmi Honda Layani Uji Emisi Gas Buang, Rincian Biaya Segini
Jadi meski masih pakai karburator, tetap bisa lolos standar emisi yang ditetapkan oleh dinas Lingkungan Hidup. Meskipun satuan angkanya lebih ‘kotor’ dari mesin yang sudah mengadopsi teknologi injeksi.
NASIB MESIN 2 TAK
Kalau bicara mesin 4 tak, pembakarannya bisa dibuat optimal asalkan kondisi komponen mesinnya dalam kondisi yang baik. Tapi bagaimana dengan mesin 2 tak atau 2 langkah?
Pasalnya mesin ini tidak hanya mengompres campuran bensin dengan bahan bakar, tapi ada juga oli samping yang dibakar. Ini karena oli samping bertugas untuk melumasi dinding piston.
“Buat 2 tak, bisa saja lulus uji emisi. Apalagi kalau mengacu Pergub No. 31 tahun 2008."
"Intinya tetap kembali ke proses pembakarannya, selama bisa tercipta proses pembakaran secara sempurna, kemungkinan lolos tetap ada,” tambah Victor.
Salah satu yang bisa dimainkan adalah upgrade beberapa bagian, misal jeting ulang karburatornya dan adopsi busi berkualitas baik, misal yang Iridium.
“Karena gak ninggalin residu pembakaran. Kan konsep Iridium memperbesar api, jadinya campuran udara dan bahan bakar bisa terbakar habis,” rinci Diko Octaviano, Technical Support, PT. NGK Busi Indonesia.
Untuk mengetahui emisi gas buang beberapa tipe motor, kami pun ikut melakukan uji emisi secara independen 4 motor yang berusia di atas tiga tahun.
Dibedakan pada kriterianya, motor injeksi, motor karburator, motor 2 tak dan motor yang sudah upgrade mesin.
Baca Juga: Emisi Gas Buang Bisa Naik Jika BBM Tak Sesuai, Simak Kata Ahli
TES UJI EMISI
Standar ambang emisi motor di DKI Jakarta terbagi dalam usia dan tipe mesin motor. Motor 2 tak produksi sebelum 2010 ambang batasnya, CO 4,5% dan HC 12.000 ppm.
Sedangkan motor 4 tak di bawah 2010, CO 5,5% dan HC 2.400 ppm. Lalu motor 2 tak dan 4 tak di atas 2010 standarnya disamakan, CO 4,5% dan HC 2.000 ppm.
Uji emisi dilakukan di bengkel Nawilis Tanah Abang yang berlokasi di Jl. Tanah Abang I No.12, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat.
Baca Juga: Aturan Uji Emisi di Jakarta Siap Diberlakukan, Cek di Bengkel Ini, Biaya Rp 200 Ribuan
Pengetesan menggunakan alat Brain Bee AGS-688 asal Italia. Bagaimana hasilnya?
Honda Vario 125 lansiran 2013 yang mewakili mesin injeksi ternyata lolos uji dengan angka jauh di bawah ambang batas, CO hanya 0,73% dan HC 289 ppm.
Baca Juga: Tak Lolos Uji Emisi Bakal Kena Sanksi, Komunitas Motor dan Mobil Berkomentar
Begitu pula dengan Kawasaki Bajaj Pulsar 200NS tahun 2013, mewakili motor yang masih menggunakan karburator, yang ternyata lolos. Punya kadar CO 4,34 % dan HC 578 ppm.
Yang menarik, Yamaha F1ZR yang mewakili motor 2 tak, memiliki angka HC yang masih di bawah standar emisi, 9.500 ppm.
Tapi sayangnya angka CO sedikit di atas standar, 5,33%. Tampaknya efek dari penggunaan knalpot aftermarket dan perlu atur ulang spuyer karburatornya.
Yang juga tidak lolos uji emisi adalah Yamaha Scorpio 2006 dengan modikasi spek fun race, kapasitas naik jadi 260 cc dengan knalpot dan karburator aftermarket.
Baca Juga: Motor Terlalu Tinggi Angka CO-nya Saat Uji Emisi, Bisa Diatasi Pakai Cara Ini
Karena mengejar performa, tak heran jika raihan emisinya paling ‘kotor’ di antara motor lainnya. Tampak jelas angka lambda, 0,836 alias terlalu boros bensin, makanya HC ada di angka 5.990 ppm, jauh di atas ambang batas 2.400 ppm.
Hasil uji emisi selengkapnya dapat Anda simak pada tabel berikut.
Parameter | Tipe Motor | |||
Honda Vario 125 2013 | Bajaj Pulsar 200NS 2013 | Yamaha F1ZR 2003 | Yamaha Scorpio 260 cc 2006 | |
CO (%) | 0,73 | 4,34 | 5,33 | 8,71 |
COcor (%) | 0,79 | 4,35 | 5,33 | 8,71 |
CO2 (%) | 13,1 | 10,6 | 2,3 | 3,2 |
HC (ppm) | 289 | 578 | 9500 | 5990 |
O2 (%) | 1,04 | 1,61 | 12,23 | 8,11 |
Lambda | 1,017 | 0,921 | 1,008 | 0,836 |
Editor | : | Andhika Arthawijaya |
Sumber | : | Tabloid OTOMOTIF |
KOMENTAR